Manning (2004) menyebutkan terdapat sekitar 5000 jenis capung di seluruh dunia. Indonesia memiliki 750 jenis capung, beberapa diantaranya endemik di Sulawesi, misalnya Gynacantha penelope subfamili Aeshnidae (Susanti, 1998; Paulson, 2003).
Capung memiliki kemampuan terbang yang cepat, akurat dan terhebat di dunia hewan. Dilengkapi dengan dua pasang sayap yang masing-masing dapat mengepak secara independen, capung tidak hanya mampu terbang dengan cepat, tetapi juga mampu bergerak mundur, menghentikan terbangnya secara mendadak, lalu mengapung sejenak di udara, untuk kemudian mengubah arah dan melesat dengan cepat ke arah lain. Capung mampu menempuh perjalanan dengan kecepatan mencapai 60 km/jam dengan gerakan yang lincah dan gesit (Putra, 1994; Imes, 2000; Silsby, 2004).
Dalam siklus hidupnya, capung mengalami beberapa kali perubahan bentuk sederhana untuk mencapai dewasa, yang disebut metamorfosis heterometabola (Suzuki, 1992). Penyimpangan terbesar metamorfosis heterometabola terdapat pada Odonata dengan stadium pradewasa hidup di air, disebut hemimetabola. Secara umum capung memiliki fase-fase kehidupan yang meliputi: telur - nimfa - dewasa (Partosoedjono, 1985).

Gambar 1 Siklus Hidup Capung (Susanti, 1998)
Para ekolog melihat capung sebagai se rangga bioindikator kualitas lingkungan. Artinya capung dapat digunakan untuk memantau kualitas air di sekitar lingkungan hidup kita. Jadi secara tidak langsung kehadiran capung dapat menandakan bahwa perairan di sekitar kita masih bersih (Susanti, 1998).
Selain peran alami capung di alam, keberadaan capung dapat memiliki arti tersendiri di Indonesia misalnya, kemampuan gerak capung menjadi dasar inspirasi seni tari. Di Jepang menganggap capung sebagai lambang kejayaan dan semangat. Mosquito hawk adalah julukan capung di Amerika karena merupakan predator utama nyamuk. Berbeda dengan Eropa yang menganggap capung sebagai pengganggu. Padahal capung adalah jenis yang sama sekali tidak berbahaya (Grzimek, 1975; Hoeve, 1996; Trueman dan Rowe, 1997; Susanti, 1998; Manning, 2004).
Kemampuan Terbang
Serangga memiliki kemampuan terbang pada berbagai tingkat kecepatan. Capung dengan ukuran yang relatif besar mampu menempuh kecepatan hingga 58 km/jam dengan frekuensi kepak sayap yang tergolong rendah yaitu 20-30 bps (beat per second). Hal ini menandakan efisiensi energi pada capung, dibandingkan lebah madu yang memiliki kecepatan 15 km/jam dengan frekuensi kepak 280-310 bps atau pada lalat dengan frekuensi kepak sayap 180-200 bps (Davies, 1992; Borror, 1996; Manning, 2004).
Kemampuan terbang pada capung didukung penuh oleh karakteristik organ-organ yang dimiliki. Keseluruhannya memberikan kontribusi terhadap capung untuk memanuver-manuver gerakan secara cepat dan tepat serta berkaitan erat dengan mekanisme terbang yang membutuhkan pengendalian cekatan (Putra, 1994). Organ-organ yang berperan penting dalam medukung fungsi terbang antara lain: sayap, otot-otot terbang, mata, abdomen dan organ sensor.
Mekanisme Terbang
1. Persiapan terbang
Capung aktif terbang antara pukul 08.00-10.00 dan selalu mengawali terbang dengan mekanisme menghangatkan otot-otot terbang dan mengumpulkan cahaya matahari (Ross, 1968; Imes, 2000; Aswari, 2003).
2. Lepas Landas (take off)
Suhu internal optimal merupakan stimulan yang kuat untuk memulai terbang (lepas landas). Selain itu organ visual juga berperan terutama dalam menentukan posisi yang tepat untuk memulai terbang (Nayar, 1976; Rainey, 1976).
3. Kepak ke atas dan ke bawah
Tiap pasang sayap mengepak secara independen. Gerak sayap ke atas disebabkan kontraksi otot vertikal di dalam toraks yang bekerja secara tidak langsung sedangkan gerak sayap ke bawah dihasilkan oleh kontraksi otot pada dasar sayap secara langsung (Barnes, 1990).

Gambar 2. Mekanisme Pergerakan Sayap (Nachtigall, 1968)
4. Gaya aerodinamis
Gaya aerodinamis adalah gaya yang bekerja di udara yang dihasilkan saat udara bertiup di atas. Secara keseluruhan, hasil akhir yang diperoleh adalah sayap mampu membelokkan massa udara dan mempercepat terbang (Nachtigall, 1968).
5. Frekuensi dan irama kepak sayap
Frekuensi kepak sayap bervariasi dari satu jenis ke jenis lain, bahkan pada individu yang sama pada waktu yang berbeda (Imes, 2000). Setiap jenis juga memiliki frekuensi resonansi yang spesifik sehingga dapat meminimalkan kebutuhan energi (Murdoch, 2002).
Perkiraan tentang rataan frekuensi kepak sayap dapat diperoleh secara acoustic: tingkatan suara yang dihasilkan sayap, kymograph: berhubungan dengan sinematografi atau dengan metode stroboscopic: fotografi kecepatan tinggi (Gardiner, 1972).
6. Pengaturan sayap depan dan sayap belakang
Sayap bekerja lebih efisien saat udara tidak bergolak. Gerak independen kedua pasang sayap menimbulkan masalah karena kepak sayap menghasilkan perputaran/ pergolakan udara dengan menciptakan daerah bertekanan udara rendah di depan dan bawah tubuh, serta meningkatkan tekanan udara di bagian belakang dan bawah tubuh (Gardiner, 1972).
Capung mengembangkan tipe penerba ngan efisien untuk mengatasi perputaran udara yang diakibatkan oleh pasangan sayap anterior, yaitu dengan melakukan pembalikan urutan kepak sayap. Pasangan sayap posterior dikepakkan terlebih dahulu sehingga bertemu dengan udara yang belum terganggu oleh gerakan pasangan sayap anterior (Gambar 13) (Wigglesworth, 1998; Blum, 1985).

Gambar 3. Gerak Ujung-ujung Sayap Capung
( Nachtigall, 1968)
7. Gerakan ujung sayap
Gerakan ujung sayap pada serangga umumnya dapat dianalogikan sebagai “Gerak Harmonis Sederhana” dimana panjang saat kepak ke atas dan ke bawah relatif sama. Me nyimpang dari hal ini, capung memiliki kepak ke bawah lebih pendek. Hal ini dapat berubah sewaktu-waktu dan terjadi karena tuntutan aerodinamis (Gambar 13) (Murdoch, 2002).
8. Meluncur (gliding)
Capung adalah peluncur ulung yang dapat mempertahankan peluncuran hingga jarak cukup jauh. Hal ini merupakan kehebatan tersendiri karena capung harus memperoleh keseimbangan yang tepat di antara kedua pasang sayap yang tidak terkait dan bergerak secara independen (Nachtigall, 1968).
9. Mengubah arah terbang
Capung memiliki tiga cara utama untuk merubah arah saat terbang, pertama dengan memvariasikan frekuensi masing-masing sayap secara independen. Kedua gerak amplitudo sayap membuat salah satu sisi tubuh lebih ringan. Terakhir adalah dengan merubah orientasi, sayap capung memperoleh percepatan sudut vektor yang berbeda sehingga dapat merubah arah (Murdoch, 2002).
Ketiga proses ini memungkinkan terja dinya perubahan arah secara cepat. Capung tidak memilih salah satu dari metode setiap saat, tetapi memilih dan menggunakan di antara ketiganya secara random (Murdoch, 2002).
10. Mendarat (landing)
Kaki-kaki capung merapat ke tubuh ketika terbang, tetapi sesaat sebelum mendarat, kaki-kaki membentang ke depan sehingga capung dapat mendarat di atas keenam kakinya (Nayar, 1976).
Fisiologi Terbang
Terbang bergantung pada beberapa faktor : Cahaya matahari, kelembaban dan suhu lingkungan adalah faktor pembatas di alam. Faktor internal seperti : suhu tubuh, perkembangan otot-otot terbang, ketersediaan sumber energi, aktivitas makan dan status reproduksi juga berpengaruh terhadap terbang. Oleh karena itu, capung harus mengendalikan penggunaan energi, mengatur kecepatan, memanfaatkan angin dan mengatur suhu tubuh pada saat yang bersamaan (Nayar, 1976; Barnes, 1990).
Pengendalian Terbang
Pengendalian terbang capung berlangsung dari dalam ke luar, disebut “ritme endogenus”. Peran organ-organ eksternal secara prinsip terbatas sebagai pemberi informasi tentang gaya aerodinamis udara selama terbang, pengatur kecepatan terbang dan pengendali sikap tubuh saat di udara (Nachtigall, 1968).
Capung mengendalikan keseimbangan (equilibrium) dengan menggunakan tiga reaksi yang berbeda: [1] respon dorsal yang ringan, [2] reaksi optomotor (alat untuk menstabilkan posisi rotasi kepala saat melihat) yang baik terhadap pola penglihatan umum, [3] dan stimulasi reseptor (dynamic organ) pada leher oleh titik pusat (inertia) kepala (Wigglesworth, 1998).
Singkatnya, capung merupakan serangga terbang pertama yang ada di muka bumi. Secara struktural karakter yang dimiliki merupakan hasil pengembangan karakter primitif menjadi karakter yang terspesialisasi untuk mendukung fungsi terbang.
Kelebihan utama yang dimiliki oleh capung adalah perpaduan kompleks antara mekanisme, fisiologi serta teknik yang baik sehingga membentuk sebuah fungsi kerja yang efektif dan efisien. (dikutif dari berbagai sumber).
By : Dewi Suprobowati / Volunteer LEMBAR)
0 comments:
Post a Comment